Rabu, 18 Februari 2009

Undang-Undang Rekam Medis


PSRM

Landasan hukum yang mendasari penyelenggaraan rekam medis di Indonesia yaitu :

    1. UU KESEHATAN No. 23 tahun 1992 pada pasal 53, disebutkan bahwa setiap tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya, untuk itu maka setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak pasien. Yang dimaksud standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik (ayat: 2). Standar profesi ini dibuat oleh organisasi profesi dan disyahkan oleh pemerintah. Sedangkan tenaga kesehatan yaitu tenaga yang berhadapan dengan pasien seperti dokter dan perawat. Yang dimaksud dengan hak pasien antara lain ialah hak terhadap informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second opinion).

    2. Keputusan Menteri Kesehatan no. 034/Birhup/1972 tentang Perencanaan dan Pemeliharaan Rumah Sakit disebutkan bahwa guna menunjang terselenggaranya Rencana Induk yang baik, maka setiap rumah sakit diwajibkan : (a) mempunyai dan merawat statistik yang up-to-date (terkini) dan (b) membina medical record yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.

    3. Permenkes No 749a tahun1989 tentang Rekam Medis/Medical Records. Dalam peraturan tersebut telah ditetapkan pasal demi pasal yang mengatur penyelenggaraan rekam medis (baca lampiran).

    4. Surat Keputusan Dirrektorat Jendral Pelayanan Medik No. 78 tahun 1991 tentang penyelenggaraan rekam medik. Surat keputusan ini menjelaskan rincian penyelenggaraan rekam medis di rumah sakit (baca lampiran).

    5. PP No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran. Peraturan Pemerintah ini mengatur kewajiban menyimpan kerahasiaan ini rekam medis (baca lampiran).

    6. Permenkes No 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik. Peraturan ini mengatur keharusan meminta persetujuan pasien terhadap tindakan medis yang akan diterimanya dengan memberi penjelasan secara lengkap terhadap akibat dan risiko yang ditimbulkannnya (baca lampiran).

    7. SE Dirrektorat Jendral Pelayanan Medik No: HK.00.06.1.5.01160 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Formulir Rekam Medis Dasar dan Pemusnahan Arsip Rekam Medis. Surat edaran ini mengatur tata cara pengabadian dan pemusnahan rekam medis (baca lampiran).

DASAR – DASAR PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS


PSRM


Sejarah rekam medis.

Rekam medis sebagai catatan dan ingatan tentang praktek kedokteran telah dikenal orang sejak zaman palaelolitikum ± 25.000 sebelum Masehi yang ditemukan di gua batu di Spanyol. Di Zaman Babylon, pengobat di Mesir, Yunani dan Roma menulis pengobatan dan pembedahan yang penting pada dinding-dinding gua, batang kayu dan bagan tabel yang dibuat dari tanah liat yang dibakar. Selanjutnya dengan berkembangnya hieroglyph (tulisan Mesir kuno) ditemukan catatan pengobatan pada dinding makam dan candi Mesir serta di atas papyrus (semacam gulungan kertas yang terbuat dari kulit). Salinan papyrus yang ditulis pada tahun 1600 SM yang ditemukan oleh Edwin Smith pada abad ke 19 di Mesir masih tersimpan di New York Academy of Medicine. Sedangkan di University of Leipzig menyiimpan papyrus Ebers yang ditulis pada ± 1550 SM yang ditemukan diantara kaki mumi di dekat Thebes pada tahun 1872.

Hippocrates yang lahir pada tahun 450 SM dikenal sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran” memerintahkan kepada murid-muridnya Thesalu, Dracon dan Dexippus untuk mencatat dan memelihara semua penemuannya tentang panyakit pasien-pasiennya secara rinci. Francis Adams pada tahun 1849 menerjemahkan catatan yang ditulis oleh Hippocrates, salah satunya adalah riwayat dan perjalanan penyakit isteri Philinus setelah melahirkan sampai meninggal. Di Roma, 600 tahun sesudah Hippocrates, seorang dokter bernama Galen mencatat riwayat dan perjalanan penyakit pasien yang ditulis dalam bahasa latin. Selanjutnya oleh Ibnu Sina (980-1037), mengembangkan ilmu kedokteran tersebut berdasarkan catatan – catatan jamannya Hipocrates.

Rumah sakit St Bartholomew London, Inggris, merupakan rumah sakit yang menyimpan rekam medis sejak dibuka pada tahun 1137. Pada saat Raja Henry ke 8 (1509 – 1547) berkuasa, rumah sakit tersebut membuat peraturan tentang menjaga kerahasiaan dan kelengkapan isi rekam medis. Pada jaman ini perkembangan ilmu kedokteran semakin pesat seiring dengan itu diikuti pula pencatatan ke dalam rekam medis yang digunakan untuk pengelolaan pasien dan perkembangan ilmu. Inilah rumah sakit pertama yang mempunyai perpustakaan kedokteran yang kini catatan medis tersebut dapat disamakan dengan rekam medis.

Selanjutnya dengan mulai dikenalnya ilmu statistik pada abad 17 – 18 peranan data rekam medis menjadi sangat penting untuk menghitung angka kesakitan dan kamatian di rumah sakit tertentu atau pada wilayah tertentu. Di Amerika, Rumah Sakit Penzylvania yang didirikan pada tahun 1752 menyimpan indeks pasien yang disimpan sampai sekarang. Sedangkan Rumah Sakit Massachusete, Boston, oleh pustakwan Grace Whiting Meyers (1859 – 1957) mulai membuatkan katalog catatan – catatan rekam medis pasien dan mengenalkan terminologi medis (istilah – istilah kedoteran).

Kebutuhan tentang perlunya rekam medis di seluruh dunia pada awal abad 20 semakin berkembang dengan adanya akreditasi pelayanan kesehatan yang mendorong didirikannya asosiasi – asosiasi perekam medis di setiap negara. Akreditasi pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan bukti – bukti tertulis proses pelayanan kesehatan dan administrai untuk dinilai. Pencatatan data ke dalam rekam medis dan pengelolaanya diperlukan ilmu dan keahlian. Oleh karena itu para perekam medis mendirikan asosiasi – asosiasi (perhimpunan) perekam medis disetiap negara di dunia ini. Misalnya di Amerika didirikan AHIMA (American Health Information Management Association) dan perhimpunan di dunia menyatu dalam IFHRO (International Health Record Organization), sedangkan di Indonesia bernama PORMIKI (Perhimpunan Organisasi Profesional Perekam Medis dan Informatika Kesehatan Indonesia).

Keputusan – keputusan pelayanan medis/klinis dan manajemen pelayanan kesehatan yang didasarkan pada data dan informasi yang akurat (evidence base) diperoleh karena adanya pencatatan data rekam medis. Selanjutnya pada tahun 1902 dalam pertemuan Asosiasi Rumah Sakit Amerika mengemukakan pentingnya kelengkapan pencatatan data perawatan pasien ke dalam rekam medis sebagai tanggung jawab dokter. Sejalan dengan perkembangan akreditasi rumah sakit di Amerika, maka standarisasi rekam medis mulai dibuat.

Pada tahun 1935, rumah sakit St. Mary di Duluth Minnesota berafilisai dengan College of Sta Schotlastica membuka pendidikan Medical Record Librarians yang pertama. Berkembangan berikutnya, pendidikan khusus tentang rekam medis diselenggarakan di beberapa tempat yaitu :

  1. RSU Massachuchetts, Boston, dengan instruktur Genevive Chase.

  2. RSU Rochester, New York, dengan instruktur Je Harned Bufkin.

  3. RS St Mary’s Duluth, Minnesota, dengan instruktur Suster M Patricia, OSB.

  4. RS St Joseph, Chicago, dengan instruktur Edna K Huffman.

Kemudian diikuti dengan pembukaan pendidikan Medical Record Technician pada tahun 1953 di Amerika oleh America Assosiation of Record Librarians dengan memperoleh grant dari WK Kellog Foundation.

Dari fakta di atas menunjukkan bahwa sejarah perkembangan rekam medis selalu mengiringi perkembangan ilmu kedokteran. Hal ini menunjukkan pula bahwa kepentingan rekam medis pada mulanya untuk membantu mengingat para dokter dalam pelayanannya kepada pasien. Dengan demikian kegiatan utamanya adalah catat-mencatat dan mendokumentasikannya. Kemudian sejak zamannya Hipocrates pencatatan pelayanan medis ke dalam rekam medis mulai diwajibkan untuk keperluan studi para muridnya dalam mempelajari ilmu kedokteran. Cara seperti ini dipertahankan sampai saat ini sehingga rekam medis menjadi salah satu pilar berkembangnya ilmu kedokteran. Pada zamannya Hipocrates itulah rekam medis sudah mulai digunakan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan mungkin sudah digunakan untuk penelitian. Namun bila kedudukan rekam medis bila disandingkan dengan ilmu kedokteran, rekam medis ditempatkan pada posisi penunjang dalam pelayanan kepada pasien yaitu urusan catat-mencatat, simpan menyimpan dan pengambilan kembali guna keperluan dokter dalam palayanan kepada pasien.

Ilmu kedoteran mulai berkembang sejak zamannya Hipocrates, sedangkan rekam medis baru berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan tersendiri sejak didirikannya pendidikan rekam medis tahun 1935. Perkembangan itu tidak terlepas dengan perkembangan Records Management di Amerika yaitu ilmu dan profesi dalam penyelenggaraan pengelolaan dokumen pada pemerintahan dan organisasi modern. Sistem penyimpanan, retensi dan pemusnahan dokumen diatur dengan berbagai peraturan perundangan. Secara ringkas perkembangan tersebut berikut ini :

  1. Th. 1934 Disusun UU Kearsipan Nasional US, yang mengatur tata kearsipan dokumen – dokumen penting di pemerintahan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah dan swasta.

  2. Th. 1943 UU tentang pemusnahan dokumen, dengan semakin banyaknya dom yang disimpan, selanjutnya diijinkan menggunakan rencana pemusnahan dokumen yang dikembangkan oleh Kearsipan Nasional.

  3. Th. 1948 Komisi Hoover pertama kali membentuk task force untuk belajar tentang persoalan-persoalan managemen dokumen (records management) di pemerintah federal.

  4. Th 1950 UU tentang dokumen federal dibuat untuk mengatur managemen dokumen yang dikepalai oleh perwakilan federal untuk penyusunan dan pengelolaan program managemen dokumen secara efektifTh 1952 Sembilan pusat dokumen federal melaporkan bahwa 95 % dari dokumen-dokumen mereka telah tersusun daftar-daftar dokumen non aktif yang tetap menjadi hak milik organisasi federal.

  5. Th 1954 Komisi Hoover untuk kedua kalinya menysusun task force untuk pengelolaan kertas kerja.

  6. Th 1955 diterbitkan Buku Panduan yang pertama tentang syarat-syarat penyimpanan dokumen.

Masih dalam perkembangan Records Management seiring dengan perkembangan rekam medis, ada tiga peristiwa penting yang mempengarhui perkembangan rekam medis yaitu :

  1. Pada tahun 1930, George Mc Carthy, seorang juru tulis sebuah bank di New York, memperkenalkan ide tentang pengecekan foto langganan sebelum dikembalikan kepada pelanggan dengan menggunakan micrografis. Ide ini kemudian dikembangkan oleh Eastman Kodak yang kita kenal sekarang yatiu mikrofilm. Teknologi ini digunakan pula dalam rekam medis untuk menyimpan dokumen/formulir yang harus disimpan secara abadi.

  2. Dr. Nathaniel S. Rosenau seorang sekretaris pada sebuah organisasi sosial di Buffalo, New York, orang pertama yang memperkenalkan kartu-kartu index untuk memudahkan pengelolaan dokumen, dan

  3. Vannervar Bush, pertama kali mengusulkan menggunakan komputer digital untuk sistem informasi pada tahun 1945 di Amerika Serikat. Pada tahun 1960 dilakukan penyempurnaan dalam komputerisasi sebagai metode pengontrolan dokumen dan pemakaian micrografis.

DASAR – DASAR PENYELENGGARAAN REKAM MEDIS

PSRM


Sejarah rekam medis.

Rekam medis sebagai catatan dan ingatan tentang praktek kedokteran telah dikenal orang sejak zaman palaelolitikum ± 25.000 sebelum Masehi yang ditemukan di gua batu di Spanyol. Di Zaman Babylon, pengobat di Mesir, Yunani dan Roma menulis pengobatan dan pembedahan yang penting pada dinding-dinding gua, batang kayu dan bagan tabel yang dibuat dari tanah liat yang dibakar. Selanjutnya dengan berkembangnya hieroglyph (tulisan Mesir kuno) ditemukan catatan pengobatan pada dinding makam dan candi Mesir serta di atas papyrus (semacam gulungan kertas yang terbuat dari kulit). Salinan papyrus yang ditulis pada tahun 1600 SM yang ditemukan oleh Edwin Smith pada abad ke 19 di Mesir masih tersimpan di New York Academy of Medicine. Sedangkan di University of Leipzig menyiimpan papyrus Ebers yang ditulis pada ± 1550 SM yang ditemukan diantara kaki mumi di dekat Thebes pada tahun 1872.

Hippocrates yang lahir pada tahun 450 SM dikenal sebagai “Bapak Ilmu Kedokteran” memerintahkan kepada murid-muridnya Thesalu, Dracon dan Dexippus untuk mencatat dan memelihara semua penemuannya tentang panyakit pasien-pasiennya secara rinci. Francis Adams pada tahun 1849 menerjemahkan catatan yang ditulis oleh Hippocrates, salah satunya adalah riwayat dan perjalanan penyakit isteri Philinus setelah melahirkan sampai meninggal. Di Roma, 600 tahun sesudah Hippocrates, seorang dokter bernama Galen mencatat riwayat dan perjalanan penyakit pasien yang ditulis dalam bahasa latin. Selanjutnya oleh Ibnu Sina (980-1037), mengembangkan ilmu kedokteran tersebut berdasarkan catatan – catatan jamannya Hipocrates.

Rumah sakit St Bartholomew London, Inggris, merupakan rumah sakit yang menyimpan rekam medis sejak dibuka pada tahun 1137. Pada saat Raja Henry ke 8 (1509 – 1547) berkuasa, rumah sakit tersebut membuat peraturan tentang menjaga kerahasiaan dan kelengkapan isi rekam medis. Pada jaman ini perkembangan ilmu kedokteran semakin pesat seiring dengan itu diikuti pula pencatatan ke dalam rekam medis yang digunakan untuk pengelolaan pasien dan perkembangan ilmu. Inilah rumah sakit pertama yang mempunyai perpustakaan kedokteran yang kini catatan medis tersebut dapat disamakan dengan rekam medis.

Selanjutnya dengan mulai dikenalnya ilmu statistik pada abad 17 – 18 peranan data rekam medis menjadi sangat penting untuk menghitung angka kesakitan dan kamatian di rumah sakit tertentu atau pada wilayah tertentu. Di Amerika, Rumah Sakit Penzylvania yang didirikan pada tahun 1752 menyimpan indeks pasien yang disimpan sampai sekarang. Sedangkan Rumah Sakit Massachusete, Boston, oleh pustakwan Grace Whiting Meyers (1859 – 1957) mulai membuatkan katalog catatan – catatan rekam medis pasien dan mengenalkan terminologi medis (istilah – istilah kedoteran).

Kebutuhan tentang perlunya rekam medis di seluruh dunia pada awal abad 20 semakin berkembang dengan adanya akreditasi pelayanan kesehatan yang mendorong didirikannya asosiasi – asosiasi perekam medis di setiap negara. Akreditasi pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan bukti – bukti tertulis proses pelayanan kesehatan dan administrai untuk dinilai. Pencatatan data ke dalam rekam medis dan pengelolaanya diperlukan ilmu dan keahlian. Oleh karena itu para perekam medis mendirikan asosiasi – asosiasi (perhimpunan) perekam medis disetiap negara di dunia ini. Misalnya di Amerika didirikan AHIMA (American Health Information Management Association) dan perhimpunan di dunia menyatu dalam IFHRO (International Health Record Organization), sedangkan di Indonesia bernama PORMIKI (Perhimpunan Organisasi Profesional Perekam Medis dan Informatika Kesehatan Indonesia).

Keputusan – keputusan pelayanan medis/klinis dan manajemen pelayanan kesehatan yang didasarkan pada data dan informasi yang akurat (evidence base) diperoleh karena adanya pencatatan data rekam medis. Selanjutnya pada tahun 1902 dalam pertemuan Asosiasi Rumah Sakit Amerika mengemukakan pentingnya kelengkapan pencatatan data perawatan pasien ke dalam rekam medis sebagai tanggung jawab dokter. Sejalan dengan perkembangan akreditasi rumah sakit di Amerika, maka standarisasi rekam medis mulai dibuat.

Pada tahun 1935, rumah sakit St. Mary di Duluth Minnesota berafilisai dengan College of Sta Schotlastica membuka pendidikan Medical Record Librarians yang pertama. Berkembangan berikutnya, pendidikan khusus tentang rekam medis diselenggarakan di beberapa tempat yaitu :

  1. RSU Massachuchetts, Boston, dengan instruktur Genevive Chase.

  2. RSU Rochester, New York, dengan instruktur Je Harned Bufkin.

  3. RS St Mary’s Duluth, Minnesota, dengan instruktur Suster M Patricia, OSB.

  4. RS St Joseph, Chicago, dengan instruktur Edna K Huffman.

Kemudian diikuti dengan pembukaan pendidikan Medical Record Technician pada tahun 1953 di Amerika oleh America Assosiation of Record Librarians dengan memperoleh grant dari WK Kellog Foundation.

Dari fakta di atas menunjukkan bahwa sejarah perkembangan rekam medis selalu mengiringi perkembangan ilmu kedokteran. Hal ini menunjukkan pula bahwa kepentingan rekam medis pada mulanya untuk membantu mengingat para dokter dalam pelayanannya kepada pasien. Dengan demikian kegiatan utamanya adalah catat-mencatat dan mendokumentasikannya. Kemudian sejak zamannya Hipocrates pencatatan pelayanan medis ke dalam rekam medis mulai diwajibkan untuk keperluan studi para muridnya dalam mempelajari ilmu kedokteran. Cara seperti ini dipertahankan sampai saat ini sehingga rekam medis menjadi salah satu pilar berkembangnya ilmu kedokteran. Pada zamannya Hipocrates itulah rekam medis sudah mulai digunakan sebagai sumber ilmu pengetahuan dan mungkin sudah digunakan untuk penelitian. Namun bila kedudukan rekam medis bila disandingkan dengan ilmu kedokteran, rekam medis ditempatkan pada posisi penunjang dalam pelayanan kepada pasien yaitu urusan catat-mencatat, simpan menyimpan dan pengambilan kembali guna keperluan dokter dalam palayanan kepada pasien.

Ilmu kedoteran mulai berkembang sejak zamannya Hipocrates, sedangkan rekam medis baru berkembang sebagai cabang ilmu pengetahuan tersendiri sejak didirikannya pendidikan rekam medis tahun 1935. Perkembangan itu tidak terlepas dengan perkembangan Records Management di Amerika yaitu ilmu dan profesi dalam penyelenggaraan pengelolaan dokumen pada pemerintahan dan organisasi modern. Sistem penyimpanan, retensi dan pemusnahan dokumen diatur dengan berbagai peraturan perundangan. Secara ringkas perkembangan tersebut berikut ini :

  1. Th. 1934 Disusun UU Kearsipan Nasional US, yang mengatur tata kearsipan dokumen – dokumen penting di pemerintahan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah dan swasta.

  2. Th. 1943 UU tentang pemusnahan dokumen, dengan semakin banyaknya dom yang disimpan, selanjutnya diijinkan menggunakan rencana pemusnahan dokumen yang dikembangkan oleh Kearsipan Nasional.

  3. Th. 1948 Komisi Hoover pertama kali membentuk task force untuk belajar tentang persoalan-persoalan managemen dokumen (records management) di pemerintah federal.

  4. Th 1950 UU tentang dokumen federal dibuat untuk mengatur managemen dokumen yang dikepalai oleh perwakilan federal untuk penyusunan dan pengelolaan program managemen dokumen secara efektifTh 1952 Sembilan pusat dokumen federal melaporkan bahwa 95 % dari dokumen-dokumen mereka telah tersusun daftar-daftar dokumen non aktif yang tetap menjadi hak milik organisasi federal.

  5. Th 1954 Komisi Hoover untuk kedua kalinya menysusun task force untuk pengelolaan kertas kerja.

  6. Th 1955 diterbitkan Buku Panduan yang pertama tentang syarat-syarat penyimpanan dokumen.

Masih dalam perkembangan Records Management seiring dengan perkembangan rekam medis, ada tiga peristiwa penting yang mempengarhui perkembangan rekam medis yaitu :

  1. Pada tahun 1930, George Mc Carthy, seorang juru tulis sebuah bank di New York, memperkenalkan ide tentang pengecekan foto langganan sebelum dikembalikan kepada pelanggan dengan menggunakan micrografis. Ide ini kemudian dikembangkan oleh Eastman Kodak yang kita kenal sekarang yatiu mikrofilm. Teknologi ini digunakan pula dalam rekam medis untuk menyimpan dokumen/formulir yang harus disimpan secara abadi.

  2. Dr. Nathaniel S. Rosenau seorang sekretaris pada sebuah organisasi sosial di Buffalo, New York, orang pertama yang memperkenalkan kartu-kartu index untuk memudahkan pengelolaan dokumen, dan

  3. Vannervar Bush, pertama kali mengusulkan menggunakan komputer digital untuk sistem informasi pada tahun 1945 di Amerika Serikat. Pada tahun 1960 dilakukan penyempurnaan dalam komputerisasi sebagai metode pengontrolan dokumen dan pemakaian micrografis.

Kata Pengantar

PSRM

Penyelenggaraan rekam medis memiliki sejarah panjang yang mengalami evolusi dari sekedar pengumpulan catatan medis menjadi data base untuk mengelolaan sistem informasi kesehatan berbasis komputer. Namun demikian ada hal – hal yang masih harus dipertahankan sebagai dokumen penting dalam pelayanan kesehatan. Sejak mula kelengkapan isi data rekam medis menjadi sangat penting untuk kesinambungan informasi pelayanan kesehatan. Selain itu, cara penyimpanannya diatur sedemikian rupa sehingga isi data rekam medis agar terjaga keamanannya dan dokumennya mudah diambil kembali serta tata cara pemusnahannya pun harus mengikuti tatacara yang benar.

Pada mulanya informasi yang terkandung di dalamnya hanya digunakan untuk keperluan yang terbatas yaitu pelayanan dokter dari waktu ke waktu. Kemudian berkembang menjadi alat komunikasi antar dokter dan antar waktu. Dengan demikian maka kesinambungan informasi medis menjadi sangat diperlukan agar dalam pengelolaan pasien agar dapat lebih komprehensif.

Sehubungan dengan kesinambungan informasi medis, pada mulanya penyimpanan dokumen berdasarkan nama yang ternyata sulit menemukan kembali, kemudian penyimpanannya pun dengan menggunakan nomor dokumen. Dengan demikian maka sistem penomorannya pun kemudian dipilih dengan unit numbering sistem sehingga satu nomor dalam satu dokumen yang berisi keterangan hanya pada satu pasien saja. Cara penyimpanan rekam medis yang semula desentralisasi di rawat jalan dan rawat inap secara terpisah untuk mempercepat pelayanan berubah menjadi sentralisasi dengan maksud agar selalu ada kesinambungan informasi medis demi keselamatan pasien.

Dengan kemajuan teknologi informasi dengan menggunakan komputer, penggunaan unit numbering sistem sebagai prasyarat dalam manajemen data base pasien guna mempermudah cara mengakses data yang dimiliki pasien tersebut. Dampak cara penyimpanan secara sentral dan penomoran dengan unit numbering sistem, pada mulanya manajemen rekam medis ditujukan hanya pada unit/kantor rekam medis sebagai pusat pengumpulan dan pengolahan data, selanjutnya mulai berubah menuju kepada pendekatan sistem dengan pengelolaan data antar unit pelayanan.

Pada mulanya fisik dokumen yang menjadi perhatian utama yaitu pengelolaan berkas rekam medis, berikutnya bergeser kepada pengelolaan setiap data yang menjadi kandungan di dalam dokumen, pedefinisian data, model data dan validitas data menjadi perhatian utama. Misalnya nomor RM di Master Index Patient (Kartu Indeks Utama Pasien = KIUP), didefinisikan sebagai nomor identitas pasien dalam bentuk numeric, dikatakan valid bila seorang pasien hanya memperoleh satu nomor dengan cara melakukan pencatatan penggunaan nomor rekam medis. Cara pengumpulan data dan tampilan data/laporan pun telah menggunakan komputer pengolahan data elektronik (PDE) sehingga informasi yang dihasilkan dapat dengan mudah digunakan untuk menyebarluaskan pengetahuan.

Desain formulir dan desain rekaman pada awalnya menjadi cara yang paling penting untuk mencatat dan mengumpulkan data, berikutnya berkembang kearah logika dan alur data sejak pencatatan data, pengumpulkan, pengolahan dan penyajiannya dalam suatu sistem palayanan. Dengan demikian rekayasa ulang terhadap sistem pengelolaan rekam medis selalu dilakukan secara periodik sehubungan dengan perubahan tuntutan dan kebutuhan informasi. Dalam melakukan rekayasa ulang terhadap sistem itu harus dipikirkan penggunaan komputer sebagai alat pengolahan dan kemudahan mengakses data. Oleh sebab itu pengembangan aplikasi dan penunjangnya sangat berarti sekali dalam analisis sistem. Selain itu, kerahasiaan isi dokumen rekam medis penting dan perlu dipertimbangkan dalam pengembangannya berikutnya yaitu keamanan, pengawasan dan tindakan balik serta audit data dan analisis datanya.

Berdasarkan evolusi rekam medis dan kebutuhan bagi pengambil keputusan di sektor kesehatan pada bidang pelayanan kesehatan manapun, peran dan fungsi perekam medis sudah tidak dapat dipungkiri kebutuhannya. Salah satu bukti adalah diwajibkannya adanya petugas perekam medis berpendidikan formal D3 rekam medis bagi setiap rumah sakit. Hal ini tertuang dalam ketentuan Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia. Dengan demikian maka setiap perekam medis disyaratkan memiliki kompetensi tertentu.

Kompetensi tersebut telah diidentifikasikan oleh Asosiasi Informasi Kesehatan Amerika (AHIMA = American Health Information Management Association) yang menjadi acuan kompetensi perekam medis di Indonesia. Bila dikelompokkan, kompetensi tersebut meliputi kompetensi di bidang manajerial, kompetensi dalam pengeloaan sistem rekam medis, kompetensi dalam pengelolaan sistem informasi kesehatan serta kompetensi dalam menganalisis data rekam medis berdasarkan ilmu penyakit dan laboratorium kesehatan.

Salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh perekam medis yaitu Pengelolaan Sistem Rekam Medis (PSRM). Dalam buku ini akan dibahas secara mendalam pengetahuan dan keterampilan yang disyaratkan sebagai perekam medis. Pembahasan tersebut meliputi

  1. Dasar – dasar penyelenggaraan, yang menguraikan tentang sejarah rekam medis, pengertian – pengertian rekam medis dan dasar penyelenggaraan di Indonesia.

  2. Sistem dokumentasi rekam medis, berdasarkan dasar – dasar tersebut selanjutnya diuraikan tentang sistem penamaan, sistem pengindeksan, sistem penomoran, sistem penyimpanan dan penjajaran, sistem retensi dan pemusnahan.

  3. Sistem dan prosedur pelayanan rekam medis, menguraikan (a) tugas pokok dan fungsi (tupoksi), (b) deskripsi pokok kegiatan, (c) fungsi –fungsi yang terkait, (d) informasi yang dihasilkan, (e) formulir, catatan dan laporan yang diperlukan untuk pelayanan, (f) jaringan prosedur yang membentuk sistem, (g) unsur – unsur pengendalian, dan (h) bagan alir formulir atau dokumen rekam medis. Uraian tersebut untuk menjelaskan sistem dan prosedur pada setiap unsur yang memmbentuk sis pelayanan rekam medis yaitu :

    1. Sistem dan prosedur pelayanan rekam medis di TPPRJ;

    2. Sistem dan prosedur pelayanan rekam medis di URJ;

    3. Sistem dan prosedur pelayanan rekam medis di UGD;

    4. Sistem dan prosedur pelayanan rekam medis di TPPRI;

    5. Sistem dan prosedur pelayanan rekam medis di URI;

    6. Sistem dan prosedur pelayanan rekam medis di IPP;

    7. Sistem dan prosedur pelayanan rekam medis di Asembling;

    8. Sistem dan prosedur pelayanan rekam medis di Koding dan Indeksing;

    9. Sistem dan prosedur pelayanan rekam medis di Filing dan

    10. Sistem dan prosedur pelayanan rekam medis di Analising dan Reporting.

Materi PRSM-1 merupakan prasyarat untuk mempelajari materi rekam medis dan informatika kesehatan berikutnya. Oleh karena itu diperlukan kemampuan keterampilan simulasi yang dilakukan di Laboratorium Rekam Medis . Hal ini dimaksudkan agar teori yang diperoleh di dalam kelas dapat lebih di fahami sistem dan prosedurnya secara nyata di laboratorium. Selanjutnya untuk mengetahui keadaan nyata di rumah sakit diperlukan kegiatan Praktik Lapangan.

Untuk mempelajari buku ini sebaiknya dilakukan dengan cara (a) pelajari terlebih dahulu sejarah dan pengertian serta dasar penyelenggaraan di Indonesia, (b) ketika mempelajari sistem dokumentasi rekam medis pelajari pula sistem dan prosedur yang terkait dengan dokumentasinya, (c) ketika mempelajari sistem dan prosedur pelayanan rekam medis lakukan simulasi di laboratorium rekam medis, dan (d) akhirnya sejauh mana teori diterapkan pada dunia nyata, perlu mengamati penyelanggaraan rekam medis di rumah sakit. Dengan demikian dapat diharapkan pengetahuan dan keterampilannya akan lebih komprehensif, dan pada gilirannya materi berikutnya lebih mudah mempelajarinya.


Semarang, Agustus 2004

Penulis




dr. Bambang Shofari, MMR


Selasa, 17 Februari 2009

Sekilas Berita



Korban Meninggal Akibat Bencana DI Yogyakarta dan Jateng sampai dengan 6 Juni Mencapai 6.487 Orang Print E-mail
08 Jun 2006

Sampai 6 Juni 2006 pukul 18.00, jumlah korban meninggal dunia akibat bencana alam Prov. DI Yogyakarta dan Jawa Tengah untuk sementara mencapai 6.487 orang dengan rincian Prov. DIY, 5.211 orang dan Prov. Jateng, 1.276 orang. Sementara korban luka yang dirawat untuk sementara berjumlah 96.786 orang. Bila ingin mengetahui informasi mengenai penanganan akibat gempa di DIY Bidang Kesehatan dapat diakses melalui situs www.dinkes-diy.org atau pesan singkat (SMS) nomor 081392007766.

Demikian laporan yang berhasil dihimpun Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Depkes dari Dinkes Prov. DI Yogyakarta, Dinkes Kab. Sleman, Dinkes Kab. Magelang, Dinkessos Kab. Klaten, Dinkessos Kab. Boyolali, Dinkes Kab. Bantul sampai dengan 6 Juni 2006.

Rincian korban meninggal di Prov. DIY masing-masing di berbagai RS di Kota Yogyakarta 653 orang, Kab. Bantul 4.280 orang, Kab. Sleman 235 orang, Kab. Kulonprogo 32 orang, Kab. Gunung Kidul 11 orang Sedangkan korban meninggal dari Jateng rinciannya adalah di Kab. Klaten 1.230 orang, Kab. Magelang 2 orang, Kota Solo 26 orang, Kab. Sukoharjo 6 orang, Boyolali 10 orang dan Kota Semarang 2 orang.

Korban luka-luka yang dirawat (rawat jalan dan rawat inap) di berbagai RS di Prov. Yogyakarta berjumlah 52.436 orang. Mereka tersebar di berbagai RS di Kota Yogyakarta (22.224 orang), Kab. Bantul (21.047 orang), Kab. Sleman (6.367 orang), Kab. Kulonprogo (2.117 orang), Kab. Gunung Kidul (681 orang). Sedangkan korban meninggal dari Jateng rinciannya adalah di Kab. Magelang 428 orang, Kab. Klaten 29.073 orang, Kota Solo 26 1130 orang, Kab. Sukoharjo 2.036 orang, Boyolali 775 orang dan Kota Semarang 69 orang. Puskesmas Keliling bantuan Depkes yang ditempatkan di Yogyakarta dan Jateng (30 mobil Pusling) melayani 5.979 orang.

Di samping itu juga ada pasien yang dirujuk ke berbagai RS di Jakarta (RSCM, RS Gatotot Subroto dan RS Polri Sukanto) sebanyak 11 orang. Sementara data korban gempa yang telah dioperasi di RS dan Rumkitlap sebanyak 4.269 orang.

Terdapat 163 titik pengungsian di Kab. Bantul dan Kab. Boyolali dengan petugas medis di setiap lokasi. Pengungsian tersebar di beberapa kecamatan yaitu Sewon 20 titik, Bantul, 25 titik, Jetis 22 titik, Pundong 8 titik, Pleret 11 titik, Imogiri 15 titik, Kretek 5 titik, Bambanglipuro 12 titik, Kasiyan 6 titik, Pandak 11 titik, Piyungan 12 titik, Pajangan 2 titik, Dlingo 2 titik, Banguntapan 8 titik, Palbapang 1 titik, Srandakan 3 titik dan Boyolali 1 titik.

Fasilitas kesehatan yang mengalami rusak di Yogyakarta tercatat 6 Puskesmas dan 1 Pustu rusak berat, 9 Puskesmas dan 6 Pustu rusak sedang serta 3 Puskesmas dan 4 Pustu rusak ringan. Di Kabupaten Bantul tercatat 15 Puskesmas, 30 Pustu, 46 Rumah Dinas dan 1 kantor Dinkes rusak berat, 4 Puskesmas, 13 Pustu dan 21 Rumah Dinas rusak sedang, 7 Puskesmas, 1 RS Bantul, 13 Pustu dan 4 Rumah Dinas rusak ringan. di Kab. Klaten tercatat 2 Puskesmas dan 8 Pustu roboh, 7 Puskesmas dan 25 Pustu rusak berat dan 5 Puskesmas, 20 Pustu rusak ringan.

Menurut data PPK Depkes, tenaga kesehatan yang dikirim dari berbagai instansi, LSM, Partai Politik dari dalam negeri ke lokasi bencana sebanyak 2.511 orang terdiri dari 220 dokter spesialis (Orthopedi, Bedah, Anastesi, lainnya) dan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), 190 dokter umum, 1.160 tenaga paramedis dan lainnya 131 orang. Sementara bantuan Nakes dari luar negeri mencapai 800 orang yaitu 300 tenaga medis dan 500 tenaga paramedis.

Di Kabupaten Bantul telah didirikan 10 RS lapangan yaitu RS Lapangan Depkes, Padmasuri, China, Malaysia, Maltester Internasional, Perancis, CNI Hospital & Singapore, USA, Qatar dan Tabanan Bali. Sementara di Kabupaten Klaten didirikan 4 RS lapangan di 4 kecamatan yaitu di Kec. Wedi oleh tim kesehatan Spanyol, Kec. Gantiwarno dan Kec. Prambanan oleh tim kesehatan Cuba dan di Kec. Cawas.

Untuk mengkoordinasikan pelayanan kesehatan di daerah pasca gempa, Departemen Kesehatan telah membentuk Tim (Fasilitasi) yang berasal dari Unit Utama Depkes dan berkantor di RSU Dr. Sardjito Yogyakarta, memfasilitasi pengiriman tenaga kesehatan dari dalam dan luar negeri. Selain itu Depkes mengirimkan obat-obatan sebanyak 3 truk, 30 unit mobil Puskesmas Keliling, kantong jenazah, ambulan, bahan habis pakai, 4 set rumah sakit lapangan.




Tuesday, October 23, 2007

Masalah di Sekitar kesehatan Reproduksi Remaja di Indonesia

DR. Kartono Mohamad LOKAKARYA STRATEGIS NASIONAL KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA Jakarta-Jawa Barat/Cipayung Tanggal, 19-21 Juli 2000
Masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat perhatian yang cukup. Ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu terjadi:
Banyak kalangan yang berpendapat bahwa masalah kesehatan reproduksi, seperti juga masalah kesehatan lainnya, semata-mata menjadi urusan kalangan medis, sementara pemahaman terhadap kesehatan reproduksi (apalagi kesehatan reproduksi remaja) di kalangan medis sendiri juga masih minimal. Meskipun sejak konperensi Kairo definisi mengenai kesehatan reproduksi sudah semakin jelas, diseminasi pengertian tersebut di kalangan medis dan mahasiswa kedokteran agaknya belum memadai.
Banyak kalangan yang beranggapan bahwa masalah kesehatan reproduksi hanyalah masalah kesehatan sebatas sekitar poses kehamilan dan melahirkan, sehingga dianggap bukan masalah kaum remaja. Apalagi jika pengertian remaja adalah sebatas mereka yang belum menikah. Di sini sering terjadi ketidak konsistensian di antara para pakar sendiri karena di satu sisi mereka menggunakan istilah remaja dengan batasan usia, tetapi di sisi lain dalam pembicaraan selanjutnya mereka hanya membatasi pada mereka yang belum menikah.
Banyak yang masih mentabukan untuk membahas masalah kesehatan reproduksi remaja karena membahas masalah tersebut juga akan juga berarti membahas masalah hubungan seks dan pendidikan seks. Definisi Kairo 1994 sudah secara tegas menyebutkan bahwa kesehatan reproduksi tidak hanya menyangkut masalah kehamilan dan persalinan, tetapi juga kesehatan dari organ-organ tubuh yang lain yang akan menjamin bahwa seseorang akan dapat melakukan fungsi reproduksinya secara sehat. Oleh karena itu masalah pertumbuhan tulang, khususnya tulang pinggul pada kaum perempuan, masalah anemia, masalah pertumbuhan endokrin, dan masalah penyakit-penyakit yang dapat mempengaruhi fungsi reproduksi tercakup dalam definisi kesehatan reproduksi tersebut. Banyak di antara faktor-faktor tersebut yang perkembanganya dipengaruhi oleh masalah-masalah kesehatan sewaktu masih remaja, bahkan semasa pra remaja.
Pelayanan yang Diperlukan.Secara tradisional pelayanan kesehatan khususnya hanya ada jika bidang tersebut sudah dianggap sebagai cabang spesialis tersendiri. Sampai saat ini masalah kesehatan remaja belum menjadi cabang spesialis tersendiri di dunia kedokteran sehingga pelayanan khusus untuk kesehatan remaja (adolescent health) juga belum ada. Mungkin karena definisi remaja (adolesen) baru mulai di abad kedua puluh, dan itu pun pada mulanya lebih dilihat dari aspek sosio-ekonomi. Mungkin pula pada usia remaja adalah usia yang mengalami perubahan pesat dalam bidang kesehatan fisik dan mental, dan banyak di antara perkembangan tersebut yang kemudian menjadi determinan terhadap kesehatannya di kemudian hari. Dengan makin banyaknya "drug and alcohol abuse" serta perilaku seks yang tidak sehat di kalangan remaja sudah selayaknya jika masalah kesehatan remaja mendapat perhatian penanganan secara khusus. Sudah diperlukan adanya pelayanan kesehatan remaja secara khusus yang bidang cakupannya bukan hanya bersifat kuratif tetapi juga preventif, promotif dan rehabilitatif yang melibatkan berbagai disiplin. Jika kita berbicara tentang pelayanan khusus maka ia juga mencakup juga pelayanan untuk kesehatan reproduksi. Hingga saat ini mungkin baru FK UNDIP/RS DR KARYADI yang sudah membuka pelayanan kesehatan remaja, tetapi kemudian juga tidak jelas bagaimana perkembangannya. Sementara itu belum ada pihak swasta atau LSM yang berani secara khusus menyediakan pelayanan kesehatan remaja. Pelayanan yang akhir-akhir ini makin ramai hanyalah sebatas pelayanan untuk pecandu narkotik. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja seperti juga pelayanan kesehatan remaja pada umumnya, harus melibatkan berbagai disiplin antara lain sebagai medis, pakar psikologi dan pakar sosiologi atau pendidikan. Pelayanan ini harus bebas dari bias "nilai-nilai moral yang dipaksakan" dan benar-benar ditujukan untuk melepaskan remaja dari masalah kesehatan dirinya. Di bidang kesehatan reproduksi ini berarti juga penyediaan pelayanan untuk pendidikan dan konseling masalah seksualitas, penaganan kehamilan yang tidak diinginkan, penanganan menular penyakit seksual, pelayanan kontrasepsi untuk yang memerlukan, pelayanan terhadap berbagai "abuses" termasuk juga perkosaan. Selain juga konseling dan terapi untuk masalah-masalah kesehatan lainnya. Akan lebih ideal lagi jika pelayanan itu mencakup juga aspek rehabilitasi yang untuk remaja lebih memerlukan rehabilitasi sosial dan mental dari pada rehabilitasi fisik.

Sekitar System Informasi Rekam Medis

Nama: Yeremias Kristianto Pugel (Jefrry)
Asal : Larantuka,Flores Timur,NTT

Hai, saya Jefrry,Mahasiswa Semester II jurusan Sistem Informasi Rekam Medis di Amik Aster Yogyakarta. dari dulu saya selalu bercita-cita ingin menjadi seorang yang hebat khususnya dalam bidang komputer dan itu terbukti bahwa saat ini saya telah banyak mengenal komputer secara detail artinya dari segi software dan hardware saya cukup tahu walaupun sebenarnya masih terlalu banyak yang belum saya ketahui.hal ini yang mendorong semangat saya untuk terus belajar dan terus belajar untuk lebih menambah wawasan saya.